REPOSITORI BADAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
Peningkatan Kualitas dan Fungsi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
Sumarno, Sumarno (2001) Peningkatan Kualitas dan Fungsi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi. Warta Litbang Kesehatan.
Full text not available from this repository.Abstract
Krisis ekonomi yang berkepanjangan mengakibatkan semakin rawannya situasi pangan dan gizi masyarakat. Selain itu upaya desentralisasi memerlukan kemampuan daerah untuk merencanakan program penanggulangan masalah pangan dan gizi dengan data yang akurat dan ana1isis yang lebih komprehensif. Karena itu Departemen Kesehatan R.I. mela1ui Direktorat Bina Gizi Masyarakat bekerja sama dengan kementrian terkait telah mulai melakukan revita1isasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). Da1am upaya revitalisasi diperlukan informasi masa1ah yang dihadapi daerah da1am pengembangan SKPG serta peningkatan kemampuan daerah da1am mengembangkan SKPG. Pada tahun anggaran 1999/2000 Puslitbang Gizi telah melakukan studi operasiona1 SKPG dengan menggunakan tenaga peneliti di tingkat propinsi. Karena keterbatasan dana dan tenaga penelitian dilakukan di Propinsi Sumatera Selatan; Kabupaten Muara Enim: Kabupaten Ogan Komering Ulu dan kota Pangkal Pinang, di Propinsi Jawa Barat; Kabupaten Karawang; Sukabumi. Cirebon dan Propinsi Sulawesi Utara di Kabupaten Gorontalo; Bolang Mongondow dan Kota Bitung. Karena a1asan beragam dari belum selesai pelatihan tenaga pelaksana sampai kurang pengertian konsep SKPG serta kurang dukungan Pemda maka SKPG belum dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan. Namun sa1ah satu faktor penentu ada1ah adanya penggerak kegiatan SKPG di tingkat kabupaten. Kekeliruan pengertian konsep SKPG juga tidak terlepas dari ketidakjelasan petunjuk teknis yang dibagikan kepada pelaksana SKPG baik di pusat, propinsi maupun di kabupaten, terutama yang berkaitan dengan fungsi setiap kegiatan SKPG. Karena masalah adminis-trasi atau kurang keterbukaan di beberapa daerah data pertanian tidak dapat disediakan untuk pelaksanaan pemetaan maupun untuk perama1an. Umumnya semua kabupaten sudah melakukan pemetaan namun tidak ada satupun yang melakukan perama1an ada kesan mereka menganggap bahwa pemetaan sama dengan perama1an. Contoh jelas Kabupaten Karawang yang SKPG II berja1an" karena mendapat dukungan penuh dari Bupati, membuat peta musiman yang notabene ada1ah perama1an. Belum dilakukan konfirmasi kebenaran pemetaan maupun peramalan. Adapun konfirmasi perubahan pola konsumsi umumnya dilakukan karena ada kegiatan pelacakan gizi buruk. namun karena dana yang tersedia hanya 40 desa. Da1am pelaksanaan ada yang hanya 40 desa sesuai dengan dana yang tersedia, ada yang diseluruh desa namun akhirnya tidak ada informasi karena tidak terolah. Ana1isis yang dilakukan menunjukkan pada saat jumlah yang ditimbang naik (bulan penimbangan) jumlah BGM justru meningkat. yang memberikan indikasi bahwa lebih banyak BGM pada anak Ba1ita yang tidak pernah datang ke posyandu. Karena itu data BGM dari Posyandu tidak dapat menggambarkan keadaan gizi suatu wilayah. Penilaian indikator belum dilaksanakan oleh tim peneliti. Pelaksana SKPG di beberapa kabupaten menilai indikator berdasarkan logika, seperti luas kerusakan tanaman padi/pangan tidak bisa diterapkan di daerah perkebunan. Beberapa indikator lokal belum diga1i secara menda1am karena tim peneliti propinsi waktunya sangat terbatas. Analisis indikator yang dilakukan salah satu tim propinsi keliru yang menunjukan bahwa tim ini pun belum betul-betul memahami SKPG. Karena jadwal sering mendadak dan berubah tim peneliti pusat tidak selalu dapat mendampingi tim peneliti daerah dalam pengumpulan data maupun analisis. Di beberapa kabupaten dana kegiatan SKPG yang dikelola Bappeda tidak dapat dicairkan untuk kegiatan walaupun telah diusulkan pelaksanaan SKPG dari sektor kesehatan. SKPG masih dianggap milik kesehatan mungkin karena dananya dari kesehatan, akibatnya sektor kesehatanlah yang umumnya menjadi penggerak kegiatan SKPG. Dari semua ini kasus gizi buruk merupakan pemicu yang menarik perhatian kepala daerah untuk melakukan upaya penanggulangan gizi. Umumnya kegiatan ilmiah yang menjadi titik tolak kegiatan SKPG, namun tidak semua daerah mampu memanfaatkan ini. Ada yang hanya sampai kepada penyediaan dana untuk penata-laksanaan gizi buruk di rumah sakit. Agar SKPG berjalan dengan baik perlu dilakukan: 1.Pendekatan, advokasi, sosiali-sasi kepada daerah dan DPRD. 2.Diperlukan sekretariat dengan ruang khusus untuk SKPG dengan tenaga yang selalu mengingatkan laporan, analisis data dan pertemuan tim. 3.Perlu tenaga penggerak SKPG yang mengerti SKPG dapat mendekati kepala daerah dan dapat berkomunikasi dengan pelaksana SKPG di kabupaten. 4.Perlu dipersiapkan tim yang dapat memberikan bimbingan teknis dan manajemen kepada daerah setiap daerah membu-tuhkan, di luar tim pelaksana SKPG propinsi yang sudah terlalu sibuk dengan kegiatan/ program gizi.
Item Type: | Article |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | pangan; gizi; Warta Litbang Kesehatan; GIZI-BPPK |
Subjects: | QS-QZ Preclinical sciences (NLM Classification) > QU Biochemistry. Cell Biology and Genetics > QU 145-220 Nutrition. Vitamins |
Divisions: | Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan > Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan |
Depositing User: | Administrator Eprints |
Date Deposited: | 02 Oct 2017 05:29 |
Last Modified: | 24 Nov 2017 10:00 |
URI: | https://repository.badankebijakan.kemkes.go.id/id/eprint/976 |
Actions (login required)
View Item |