Stunting menjadi salah satu masalah kesehatan yang membutuhkan perhatian pemangku kebijakan. Selain malnutrisi, anemia akibat defisiensi zat besi juga menjadi salah satu faktor penyebab stunting. Di Indonesia, sebanyak 32% remaja putri mengalami anemia pada tahun 2018 (Riskesdas, 2018). Apabila kondisi ini tidak ditangani dengan tepat, akan berlanjut hingga mereka memasuki masa kehamilan dan berisiko melahirkan anak dengan kondisi stunting. Pemerintah telah berupaya mengatasi permasalahan ini melalui program pemberian tablet tambah darah (TTD) di institusi pendidikan. Tetapi, pada kenyataannya implementasi program ini belum berjalan maksimal. Tidak semua remaja putrimeminum/ menghabiskan TTD yang mereka dapatkan, berdasarkan data SKI 2023, beberapa alasan dari mereka adalah 14,5% merasa tidak perlu/tidak bermanfaat dan 22,5% beralasan lupa. Selain itu, beragamnya cara pendistribusian TTD di sekolah menunjukkan masih terdapat sekolah yang belum memberikan TTD secara ideal dan sesuai standar. Hal ini menunjukkan tidak tegas dan kurang kuatnya kebijakan pemberian TTD di sekolah. Dibutuhkan pembaruan kebijakan untuk mengatasi permasalahan ini, beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan adalah menetapkan hari untuk meminum TTD secara nasional, memberikan tanggung jawab kepada wali kelas untuk mendata dan memastikan TTD diminum oleh siswa, membuat tim khusus di tiap sekolah yang bertugas menyimpan, mendistribusikan, dan merekapitulasi data dari wali kelas, serta pembuatan website khusus oleh dinas kesehatan untuk meng-input data pendistribusian dan data konsumsi TTD siswa.