Isnawati, Ani and Alegantina, Sukmayati (2005) Penetapan Residu dan Perkiraan Penetapan Batas Maksimum Residu (BMR) Organoklorin pada Simplisia. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 15 (4). pp. 39-45. ISSN 0853-9987
162159-penetapan-residu-dan-perkiraan-penetapan-8c155565.pdf
Download (447kB)
Abstract
Penggunaaan bahan obat tradisional (simplisia) untuk skala industri dan peningkatan produksi tanaman obat dalam ska/a besar menjadi tidak ekonomis tanpa pestisida. Disatu sisi penggunaan pestisida dapat menguntungkan yaitu menyebabkan toksis pada hama namun disisi lain toksisitas dapat terjadi juga pada manusia, sehingga residu pestisida dalam tanaman obat yang dikonsumsi dalam jangka panjang akan merugikan kesehatan. Batas maksimum Residu (BMR) pestisida dalam simplisia baik di Indonesia maupun di negara lain belum ditetapkan. Sehingga untuk itu untuk mengetahui adanya residu pestisida Jenis organoklorin yang telah dilarang penggunaannya melalui Permentan No.434.J/kpts/TP.270/7/2001 dan untuk mengetahui batas keamanannya, maka perlu dilakukan penetapan residu organoklorin dalam simplisia dan menetapkan batas keamanan berdasarkan perhitungan secara teoritis
Pengujian residu dilakukan terhadap golongan pestisida organoklorin pada 4jenis simplisia (daun wungu (Graptophyllum pictum (L) Griff), daun sambiloto Andrographis paniculata Ness), herba pegagan (Centella asiatica (L) Urban), daun tempuyung (Sonchus arvensis (L) yang berasal dari 3 lokasi penanaman, yaitu: perkebunan Tanaman Obat Manako (Jawa Barat), Balai Penelitian Tanaman Obat Tawangmangu (BPTO) di Jawa Tengah dan Perkebunan Tanaman Obat Purwodadi (Jawa Timur). Pemeriksaan residu pestisida organoklorin menggunakan kromatografi gas dan perhitungan batas keamanan dihitung dengan adanya nilai ADI (Acceptable daily intake) yang telah ditetapkan bersama antara JAO dan WHO serta perkiraan banyaknya konsumsi simplisia.
Hasil Pengujian residu pestisida organoklorin diperoleh bahwa simplisia daun Wungu (Tawangmangu) mengandung residu lindan dengan kadar 0,24 mg/kg, pegagan (Purwodadi) mengandung lindan 0,36 mg/kg dan aldrin 0,31 mg/kg serta pegagan (Manako) mengandung heptaklor 0,15 mg/kg dan op-DDE 0,11 mg/kg. Adapun penghitungan BMR heptaklor dan lindan secara teoritis dengan asumsi rata-rata konsumsi jamu bungkus (Sachet) dengan pemakaian 2 kali sehari dan dikonsumsi selama 2 bulan dalam 1 tahun, maka diperoleh BMR heptaklor 0,05 mg/kg dan lindan 0,5 mg/kg. Untuk jen is pestisida lain yang positif tidak dapat dihitung karena tidak ada nilai ADI.
Item Type: | Article |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Residu, BMR, Organoklorin, Simplisia |
Subjects: | QS-QZ Preclinical sciences (NLM Classification) > QV Pharmacology |
Divisions: | Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan > Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan |
Depositing User: | K A |
Date Deposited: | 20 Jan 2025 09:48 |
Last Modified: | 20 Jan 2025 09:48 |
URI: | https://repository.badankebijakan.kemkes.go.id/id/eprint/5590 |