Hasanah, Siti Nur and Widowati, Lucie (2015) Model Analisis Terapi Jamu Sebagai Komplementer Terhadap Perbaikan Keluhan Pada Pasien Artritis. Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 25 (3). pp. 177-184. ISSN 0853-9987
![20738-model-analisis-terapi-jamu-sebagai-kompl-0028786a.pdf [thumbnail of 20738-model-analisis-terapi-jamu-sebagai-kompl-0028786a.pdf]](https://repository.badankebijakan.kemkes.go.id/style/images/fileicons/text.png)
20738-model-analisis-terapi-jamu-sebagai-kompl-0028786a.pdf
Download (146kB)
Abstract
Telah dilakukan sebuah penelitian observasi, purposif dan deskriptif terhadap dokter praktik jamu secara komplementer-alternatif dengan menggunakan jamu di 9 dari 12 provinsi wilayah Sentra
Pengembangan, Penerapan dan Pengobatan Tradisional (SP3T) di Indonesia selama 6 bulan penelitian. Didapatkan 63 pasien artritis yang yang masuk ke dalam penelitian, menerima terapi konvensional dan tradisional. Seluruh pasien berusia ≥16 tahun, dengan persentase terbanyak pada usia 51-70 tahun (50,8%). Ditemukan 37% pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi sebelumnya, dan 7% riwayat rematoid arthritis. Sebanyak 47% pasien dengan hipertensi pada keluarga dan 16% pasien
dengan rematoid arthritis pada keluarganya. Terapi konvensional terbanyak yang digunakan dalam terapi pasien arthritis yaitu golongan NSAID (43%), disusul suplemen (22%), fisioterapi (12%), antipirai (10%), kortikosteroid (4%), lain-lain (4%), dan analgetik narkotik (3%). Komponen jamu yang sering digunakan yaitu jamu osteoarthritis Tawangmangu (37,5%), sambiloto (11,3%), temulawak (11,2%), jahe (8,1%), habbatussauda/jinten hitam (8,1%), dan murat (4,8%). Adapun keterampilan dengan alat
yang digunakan yaitu akupunktur (47%), akupresur (13%), stimulasi listrik (7%), akupunktur & stimulasi listrik (7%). Perubahan pasca terapi yang terjadi adalah perbaikan, berupa hilangnya gejala penyakit. Gejala klinis yang paling banyak menghilang saat follow up yaitu gejala sistem neurologis (33%), sistem
muskuloskeletal (31%), dan tak kalah pentingnya yaitu gejala umum (23%), karena 3 dari 4 gejala umum (tidak nafsu makan, letih, dan penurunan berat badan) merupakan gejala yang paling sering ditemui pada penderita rematoid artritis. Meskipun demikian perbaikan gejala klinis ini belum bisa dipastikan semata-mata karena efek terapi jamu saja, karena selain jamu digunakan pula terapi konvensional lainnya. Ditemukan pula peningkatan Quality of Life (QoL) derajat “baik” sebelum terapi (36%) dan
menjadi 79% pada masa sesudah terapi.
Item Type: | Article |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | jamu, komplementer, artritis |
Subjects: | QS-QZ Preclinical sciences (NLM Classification) > QV Pharmacology > QV 701-835 Pharmacy and Pharmaceutics |
Divisions: | Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan > Sekretariat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan |
Depositing User: | K A |
Date Deposited: | 28 Mar 2024 04:45 |
Last Modified: | 28 Mar 2024 04:45 |
URI: | https://repository.badankebijakan.kemkes.go.id/id/eprint/5278 |