REPOSITORI BADAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

Laporan Akhir Riset Ilmu Pengetahuan dan Teknolohi Kesehatan Tahun 2019 Pengembangan Sistem Skoring Tingkat Keparahan Penyakit Sebagai Upaya Penentuan Prognosis pada Penyandang Thalassemia yang Mendapatkan Transfusi Reguler

Rakhmilla, Lulu Eva and Sribudiani, Yunia and Maskoen, Ani Melani (2019) Laporan Akhir Riset Ilmu Pengetahuan dan Teknolohi Kesehatan Tahun 2019 Pengembangan Sistem Skoring Tingkat Keparahan Penyakit Sebagai Upaya Penentuan Prognosis pada Penyandang Thalassemia yang Mendapatkan Transfusi Reguler. Project Report. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Jakarta. (Unpublished)

[thumbnail of Laporan Akhir Pengembangan Sistem Skorsing Tingkat Keperahan Penyakit sebagai Upaya Penentuan Prognosis pada Penyandng Thalassemia yang Mendapatkan Transfusi Reguler.pdf] Text
Laporan Akhir Pengembangan Sistem Skorsing Tingkat Keperahan Penyakit sebagai Upaya Penentuan Prognosis pada Penyandng Thalassemia yang Mendapatkan Transfusi Reguler.pdf
Restricted to Registered users only

Download (5MB) | Request a copy

Abstract

Penyandang thalassemia bergantung transfusi ditandai oleh anemia, pembesaran organ hati dan limpa. Gejala-gejala yang muncul mencakup gangguan dengan spektrum fenotip yang cukup luas. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di senter kami,
penyandang thalassemia bergantung transfusi cenderung jatuh dalam keadaan tingkat keparahan yang sedang dan berat, bahkan hanya mampu mempertahankan tingkat hemoglobin sekitar 6 g/dl tanpa transfusi. Namun, baik pada tingkat keparahan sedang
maupun berat, pertumbuhan dan perkembangan mereka terhambat dan banyak dari mereka telah mengalami kelainan bentuk tulang dan splenomegali progresif. Berbagai presentasi tingkat keparahan dan spektrum seolah-olah saling tumpang tindih antara tingkat
keparahan parah dan sedang. Meskipun kecenderungan berbagai keparahan presentasi thalassemia bergantung transfusi cukup jelas dilihat dari aspek klinis, namun belum ada patokan yang baku menentukan tingkat keparahan penyandang thalassemia ini sebagai alat untuk memprediksi prognosis penyakit.
Pada thalassemia beta ditandai dengan adanya ketidakseimbangan sintesis rantai globin alfa dan rantai globin beta akibat terjadi mutasi genetik yang menyebabkan anemia. Peningkatan rantai alfa bebas dan tidak berpasangan mengganggu pematangan prekursor
eritroid di sumsum tulang serta dalam membran eritrosit perifer, hal ini berkontribusi menyebabkan eritropoesis tidak efektif dan memperpendek kelangsungan hidup sel darah merah perifer, fenotipe yang muncul umumnya anemia berat. Selanjutnya, prekursor eritroid akan mengekspansi hematopoesis pada tulang dan organ lain. Semakin banyak ditemukan gen yang cacat untuk lebih banyak gangguan genetik, menjelaskan penyandang thalassemia beta dengan genotipe yang tampak sama dapat memiliki keanekaragaman klinis yang berbeda bahkan pada gangguan monogenik sederhana. Defisiensi sintesis rantai
globin beta memiliki manifestasi klinis thalassemia beta yang sangat beragam, mencakup spektrum yang luas dari anemia berat dan bergantung transfusi hingga keadaan asimtomatik.
Angka harapan hidup penyandang thalassemia cukup baik di negara-negara yang mengedepankan perbaikan kebersihan, nutrisi, dan pengendalian infeksi sehingga anak-anak dengan gangguan hemoglobin berat akan bertahan cukup lama. Angka harapan hidup penyandang thalassemia cukup baik di negara-negara yang mengedepankan perbaikan kebersihan, nutrisi, dan pengendalian infeksi sehingga anak-anak dengan gangguan hemoglobin berat akan bertahan cukup lama. Penilaian angka harapan hidup pada anak thalassemia sejauh ini belum dilaporkan di Indonesia, sehingga para klinisi sangat sulit memprediksi keadaan tersebut. Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah penyandang thalassemia terbanyak di Indonesia dapat menjadi role model penerapan program skrining genetik khususnya penyandang thalassemia. Pengerahan konsentrasi terhadap kelengkapan data klinis pada setiap rumah sakit yang memberikan pelayanan terapi atau transfusi bagi penyandang thalassemia menjadi titik awal program tersebut dapat berjalan.
Tingkat keparahan dapat dihitung dan diperkirakan dengan menggunakan metode skoring yang terus berkembang. Penilaian yang dilakukan dengan sistem skoring ini melihat aspek dari fenotipe yang muncul pada penyandang thalassemia beta dan dikombinasikan dengan hasil pemeriksaan genetik, sehingga cenderung lebih mudah dan lebih cepat untuk dilakukan. Tingkat keparahan klinis penyandang thalassemia beta dipengaruhi banyak faktor, diantaranya adalah jenis mutasi pada gen HBB serta level ekspresi Hemoglobin Fetal (HbF). Pada beberapa penelitian yang telah dilakukan pada berbagai populasi telah dilaporkan bahwa variasi genetik pada pemodifikasi genetik yang mempengaruhi level ekspresi HbF dapat menurunkan tingkat keparahan klinis penyandang β-thalassemia. Sejauh ini belum ada studi mendalam yang mempelajari keterlibatan interaksi mutasi gen HBB dengan variasi genetik yang dapat mempengaruhi tingkat ketidakseimbangan rantai globin, yaitu rantai alfa bebas dan variasi dalam produksi hemoglobin fetal (HbF) terhadap tingkat keparahan klinis β-thalassemia di Jawa Barat. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengeksplorasi korelasi genotipe-fenotipe variasi
pemodifikasi genetik pada penyandang thalassemia yang memiliki HBB mutasi terhadap manifestasi klinis.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa Peningkatan ekspresi gen globin gamma dimana terjadi produksi hemoglobin janin (HbF) yang tinggi pada pasien thalassemia beta bergantung transfusi pada gen modifikasi terkait yaitu saja HBG2 (g.-158C>T), BCL11A (rs1427407 G>T, rs10189857A>G), dan HBS1L-MYB (rs28384513A>C, rs9399137T>C). Pemodifikasi ini ternyata berhubungan kuat dengan usia pertama kali muncul gejala, kadar ferritin, pemodifikasi HBG2 (g.-158C>T) dan HBS1L-MYB (rs28384513A>C). Keempat informasi baik fenotipe dan genotipe ini mampu membangun sebuah model skoring yang dapat memprediksi tingkat keparahan penyandang thalassemia bergantung transfusi. Sesuai dengan hipotesis yang
diajukan pemodifikasi HbF dapat menjadi kombinasi genetik keparahan selain informasi jenis mutasi, karena hubungan fungsional dengan HbF tinggi.
Keterbatasan penelitian ini tidak melakukan stratifikasi penyandang
berdasarkan lama melakukan transfusi mengingat kadar feritin masuk ke dalam model yang secara klinis masih belum dapat digunakan karena belum dapat digeneralisasi dengan kondisi pasien di poliklinik. Penerapan skoring pada saat ini belum dapat menentukan kapan waktu yang tepat dapat digunakan, sehingga memerlukan analisis dan kajian lebih lanjut.

Item Type: Monograph (Project Report)
Uncontrolled Keywords: thalassemia; transfusi reguler; hemoglobin
Subjects: W Medicine and related subjects (NLM Classification) > WH Hemic and Lymphatic Systems > WH 120-540 Hematologic Diseases. Immunologic Factors. Blood Banks
Divisions: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan > Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Depositing User: K A
Date Deposited: 23 Nov 2022 07:39
Last Modified: 23 Nov 2022 07:39
URI: https://repository.badankebijakan.kemkes.go.id/id/eprint/4337

Actions (login required)

View Item View Item