REPOSITORI BADAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
UPAYA KEMANDIRIAN MASYARAKAT BERDASARKAN BUDAYA KESEHATAN DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT TB PARU (TAHAP 1)
Pratiwi, Niniek Lely and Rooseharmiatie, Betty and Hargono, Rachmat (2012) UPAYA KEMANDIRIAN MASYARAKAT BERDASARKAN BUDAYA KESEHATAN DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT TB PARU (TAHAP 1). Project Report. Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat.
Full text not available from this repository.Abstract
Kebijakan program TB DOTS sebagai upaya pemerintah dalam rangka penurunan penderita TB telah difasilitasi baik oleh pemerintah melalui sumber biaya APBN, APBD, bantuan luar negeri global fund, dan WHO. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji upaya kemandirian masyarakat berdasarkan budaya kesehatan dalam pencegahan penyakit TB paru. Rancangan penelitian merupakan penelitian kualitatif dengan cara pengumpulan data observasi partisipatori, wawancara mendalam pada penderita TB paru dan keluarga. Wawancara mendalam pada petugas kesehatan di propinsi, dan kabupaten. FGD pada tokoh masyarakat, lintas sektor dan LSM. Lokasi penelitian di Kota Pariaman, kabupaten Lombok Barat dan Kabupaten Rote Ndao. Hasil penelitian menunjukkan dari 4 indikator kemandirian masyarakat yaitu 1. indikator Knowledge masih rendah mengingat bahwa sebagian besar masyarakat kabupaten Roe Ndao, NIT menganggap penyakit TB paru sebagai penyakit keturunan, penyakit Rossa dan tidak menular. Budaya sirih pinang sebagai suguhan bagi tamu, rumah adat Sei, budaya Sei bayi baru lahir yg diasap selama 40 hari dengan rumah lantai tanah hampir 50% penduduk. Kepercayaan/belief masyarakat di daerah kota Pariaman, penyakit TB paru sebagai penyakit karena Tamakan, akibat diguna-guna orang lain yg tidak senang, terbukti dengan kebiasaan, perilaku masyarakat membuang ludah sembarangan tempat. Di Sumatera barat, kota Pariarnan stigma takut, malu sebagai penderita TB, sehingga masih banyak persepsi masyarakat yang menyebutnya sebagai penyakit Batuk lama, batuk 40 hari, batuk kering, dan penyakit asma. 2. indikator capacity/kemampuan masyarakat masih sangat kurang, belum ada penyuluhan secara langsung bersama masyarakat, kader maupun tokoh masyarakat. Pemilihan sebagai tenaga PMO (Pengawas makan obat) kurang sesuai dengan struktur sosial yang ada di masyarakat setempat, suku sasak NTB, suku Rote. Indikator ke 3 adalah kepercayaan atau trust dari petugas kesehatan kepada masyarakat, baik masyarakat individu maupun kelompok seperti ibu pkk, kelompok kader, dan tokoh masyarakat dari hasil FGD, masyarakat masih menganggap penyuluhan penyakit Tb paru masih diberikan oleh petugas kesehatan. Indikator ke empat adalah partisipatori masyarakat dalam berbagai kelompok, baru terlaksana pada kelompok LSM agama, Asiyah, gereja, Muhammadiyah, beberapa kelompok LSM ini telah melakukan penyuluhan penyakit TB paru. Rekomendasi diperlukan partisipatori dari berbagai LSM yang lainnya, lintas sektor untuk secara terpadu melakukan upaya preventif, promotif penanggulangan penyakit TB dari kementerian perumahan, kementerian sosial dan kementerian pendidikan. Peningkatan program yg semula passive case finding pada petugas kesehatan menjadi proactive case finding oleh kader dengan adanya fasiliatasi dana yg sudah mencukupi dari global fund, WHO, APBN, dan APBD, sehingga perlu pelatihan kader.
Item Type: | Monograph (Project Report) |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | TB Paru, Tuberkulosis, Kemandirian, TB DOTS |
Subjects: | W Medicine and related subjects (NLM Classification) > WF Respiratory System > WF 140-900 Diseases of the Respiratory System |
Divisions: | Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan > Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat |
Depositing User: | Administrator Eprints |
Date Deposited: | 02 Oct 2017 05:30 |
Last Modified: | 22 Oct 2017 14:28 |
URI: | https://repository.badankebijakan.kemkes.go.id/id/eprint/2341 |
Actions (login required)
View Item |