REPOSITORI BADAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESEHATAN

Uji Coba Diethylcarbamazine-Garam untuk Pemberantasan Filariasis di Nusa Tenggara Timur

Ompusunggu, Sahat (1999) Uji Coba Diethylcarbamazine-Garam untuk Pemberantasan Filariasis di Nusa Tenggara Timur. Project Report. Center for Research and Development of Disease Control, NIHRD.

Full text not available from this repository.

Abstract

Sebagai akibat dari efek samping yang berat pada pengobatan filariasis dengan Diethylcarbamazine (DEC) dosis standart, kebijaksanaan pengobatan filariasis di Indonesia diganti dengan pemberian DEC sekali seminggu selama 40 minggu. Namun berhubung keberhasilan pengobatan dengan dosis mingguan ini kurang memuaskan, dan sesuai dengan Global Strategy for Filariasis Control, suatu uji coba penggunaan campuran DEC-garam berjodium dalam pengobatan filariasis telah dilakukan di 4 propinsi selama 1997--1999 dan salah satu dari propinsi tersebut adalah Nusa Tenggara Timur (NTT). Uji coba di NTT dilakukan selama 1998--1999 untuk Brugia timori. Penelitian ini bertujuan untuk menunjang uji coba DEC-garam yang dilakukan oleh Sub Dit. Filariasis dan Schistosomiasis dalam hal penilaian efektivitas, kadar DEC dan penerimaan penduduk. Penelitian dilakukan di Desa Nungkolo kecamatan Amanatun Selatan Kabupaten TimurTengah Selatan, Nusa Tenggara Timur selama tahun 1999--2000. Desa ini terletak ditepi pantai dengan jumlah penduduk 1072 orang dengan Microfilaria rate B. timori sebesar 11,5% konsentrasi DEC yang dipakai dalam campuran DEC-garam berjodium adalah 0,2% dan lamanya pengobatan antara 9--12 bulan. Pembuatan campuran dilakukan oleh PT. Kimia Farma dengan pengawasan oleh Dit.Jen. Pengawasan Obat dan Makanan (POM) Depkes.RI. Pembagian garam pada penduduk dilakukan oleh petugas Puskesmas setiap bulan yang didahului dengan suatu penyuluhan. Penilaian terhadap pengobatan ini meliputi beberapa pemeriksaan yang meliputi : (1). Pemeriksaan darah jari sebelum 6 bulan masa pengobatan dan 9 bulan masa pengobatan,(2). Pemeriksaan konsentrasi DEC dalam campuran DEC-garam berjodium, (3). Pemeriksaan kepatuhan masyarakat dalam penggunaan campuran DEC-garam berjodium, (4).Pemeriksaan kadar DEC dalamdarh serum, (5).Periksaan darah vena dengan cara filtrasi, dan (6).Pengamatan presepsi masyarakat terhadap pemberiann DEC-garam berjodium. Hasil menunjukkan bahwa dengan pemeriksaan darah jari, mikrofilaria rate sebelum pengobatan yang besarnya 11,5% (7/6) turun menjadi 0,8% (4/513) pada masa pengobatan 6 bulan dan selanjutnya menjadi 0% (0/637) pada masa pengobatan 9 bulan. Konsentrasi DEC dalam 31 sample campuran DEC-garam berjodium sangat bervariasi, yang berkisar antara "tidak terdeteksi" hingga 0,34% dan hanya satu sample yang mempunyai konsentrasi persis 0,20%. Kadar DEC dalam serum belum bisa diketahui sebagai akibat ketiadaan salah satu peralatan pemeriksaan diantara 29 orang diperiksa darah venanya dengan metode filtrasi pada masa 9 bulan, hanya satu orang yang mengandung mikrofilaria dengan kepadatan 1 mikrofilaria dalam 3 ml darah dengan spesies B.timori garam persepsi masyarakat menunjukan bahwa 63,6% responden pernah mendengar filariasis, 69,5% pernah mengalami demam, dan persepsi mereka terhadap gejala demam tersebut kebanyakan (59,4%) merupakan gejala malaria sedangkan yang menganggap itu sebagai gejala filariasis jumlahnya menduduki urutan ketiga setelah malaria dan batuk pulek. Mayoritas (69,8%) responden telah mengetahui bahwa filariasis ditularkan melalui gigitan nyamuk dan (66,7%) mengetahui bahwa filariasis dapat diobati lebih dari separoh (55,1%) telah pernah melihat kaki gajah dan (55,2%) menyatakan bahwa didesa itu ada penderita kaki gajah, namun dalam keluarganya hanya (21%) yang mengatakan ada penderita kaki gajah. Di desa ini juga (88,5%) menyatakan pernah dilakukan pengobatan kaki gajah, akan tetapi yang mengetahui DEC-garam sebagai obat filariasis sangat sedikit (13%). Hampir seluruhnya (97,5%) menyatakan bahwa keluarganya termasuk yang diobati. Dan diantaranya (88%) menyatakan bahwa seluruh anggota keluarga anggota keluarganya diobati. Sebelum pengobatan (71%) menyatakan pernh menerima penyuluhn tentang pengobtan tersebut. Mayorits (75%) menyatakan cukup mudah mendapatkan DEC-garam berjodium dan hampir seluruh (95,3%) menyatakan bahwa diberi petugas dan meskipun sangat kecil presentasinya (3,8%) sebagian menyatakan bahwa DEC-garam tersebut dibeli dari petugas. Sebanyak (96,2%) menyatakan bahwa mereka selalu menggunakan DEC-garam berjodim dan hanya (5%) yang menyatakan bahwa DEC-garam berjodium tersebut terasa asin. Sedangkan mayoritas (93%) menyatakan bahwa rasanya agak berbeda dengan rasa garam biasa. Sebanyak (96,1%) responden menyatakan bahwa mereka pernah diambil/diperiksa darahnya dan (99%) setuju terhadap pengambilan /pemeriksaan darah tersebut. Dengan demikian, campuran Diethycarbamazine-garam berjodium dapat digunakan sabagai salah satu alternatif pengobatan massal di daerah endemis filariasis, khususnya Brugia timori. Disarankan agar PT. Kimia Farma melakukan perbaikan atau modifikasi pencampuran tersebut agar konsentrasi Diethylcarmazine dalam campuran bisa lebih homogen mendekati 0,2%. Untuk masa mendatang disarankan juga agar dilakukan penelitian untuk mengetahui berapa lama kadar jodium dan Diethylcarbamazine tetap stabil dalam campuran.

Item Type: Monograph (Project Report)
Uncontrolled Keywords: Filariasis; Diethylcarbamazine (DEC); Abstrak Penelitian Kesehatan
Subjects: W Medicine and related subjects (NLM Classification) > WC Communicable Diseases > WC 680-950 Tropical and Parasitic Diseases
Divisions: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan > Center for Research and Development of Disease Control, NIHRD
Depositing User: Administrator Eprints
Date Deposited: 02 Oct 2017 05:29
Last Modified: 08 Nov 2017 07:45
URI: https://repository.badankebijakan.kemkes.go.id/id/eprint/1622

Actions (login required)

View Item View Item