REPOSITORI BADAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KESEHATAN
Evaluation of Antimalarial Drugs in Indonesia, 1981-1995
Tjitra, Emiliana and Gunawan, Suriadi and Laihad, Ferdinand and Marwoto, Harijani A. (1997) Evaluation of Antimalarial Drugs in Indonesia, 1981-1995. Buletin Penelitian Kesehatan, 25 (1). ISSN 0125-9695
Preview |
Text
242-448-1-PB.pdf - Published Version Download (3MB) | Preview |
Abstract
Telah dilakukan evaluasi obat-obat antimalaria in-vitro dan in-vivo untuk menentukan pola resistensi dan memanfaatkan data ini untuk melakukan sistem pengamatan yang efektif. Semua penelitian pengobatan dan penyegahan malaria di lapangan dan rumah sakit dalam kurun waktu 1981-1995 ditelaah. Pertama kali kasus resistensi P. falciparum terhadap klorokuin ditemukan di Kalimatan Timur pada tahun 1973, dan telah menyebar ke seluruh (27) propinsi Indonesia dengan derajat RI-RIII. Pada saat ini, resistensi RIII telah didapatkan di 20 propinsi, sedangkan pada tahun 1981-1985 hanya di 4 propinsi. Kasus malaria vivaks resisten klorokuin dilaporkan pertama kali dari Sumatera Utara (P. Nias) pada tahun 1991, dan kemudian ditemukan di Irian Jaya (41%), Sumatera Utara (13%), Nusa Tenggara Timur (8%), Sulawesi Utara (2%) dan Jakarta (laporan kasus yang didapatkan dari transfusi darah). Malaria falsiparum yang tercatat resisten sulfadoksin-pirimetamin didapatkan di 11 propinsi dengan derajat RI-RII. P. falsiparum resisten in-vitro juga didapatkan terhadap kina (6 propinsi), meflokuin (5 propinsi) dan amodiakuin (4 propinsi). Beberapa obat antimalaria baru (meflokuin, halofantrin dan derivat artemisinin) telah diteliti dan ternyata efektif untuk pengobatan malaria tanpa komplikasi. Penelitian pencegahan menunjukkan angka penyegahan untuk klorokuin 41-92%, sulfadoksin-pirimetamin 98%, primakuin 89-92%, doksisiklin 99% dan meflokuin 100%. Efek samping obat-obat antimalaria tersebut umumnya ringan. Di Indonesia, penyebaran malaria falsiparum resisten klorokuin RIII dan malaria falsiparum resisten multidrug merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius dan tantangan dalam pengobatan. Demikian pula kehadiran malaria vivaks resisten klorokuin menimbulkan masalah baru yang lain. Oleh sebab itu obat-obat antimalaria yang didistribusikan sebaiknya dikemas per paket untuk dosis obat pengobatan yang lengkap dengan keterangan cara minum obat jelas. Dengan demikian dapat dicegah pemberian dosis pengobatan yang tidak cukup dan berkembangnya resistensi obat. Selama obat antimalaria baru belum tersedia di Indonesia, perlu dilakukan penelitian perbaikan efikasi obat antimalaria yang sudah ada. Obat pencegahan alternatif yang aman dan efektif untuk anak-anak, ibu hamil dan menyusui juga perlu diteliti.
Item Type: | Article |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | obat antimaria; P. falciparum; kloroquin; buletin penelitian kesehatan; P5-BPPK |
Subjects: | QS-QZ Preclinical sciences (NLM Classification) > QV Pharmacology > QV 243-269 Anti-Inflammatory Agents. AntiInfective Agents. Antineoplastic Agents |
Divisions: | Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan > Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan |
Depositing User: | Administrator Eprints |
Date Deposited: | 02 Oct 2017 05:29 |
Last Modified: | 16 Nov 2017 05:46 |
URI: | https://repository.badankebijakan.kemkes.go.id/id/eprint/1082 |
Actions (login required)
View Item |